Senin, 23 Oktober 2017

LINGUISTIK UMUM (SEMANTIK): HAKIKAT DAN JENIS MAKNA (TERKINI)

SEMANTIK

Semantik dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantiks, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’, atau samaino (verba) ‘menandai’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang memepelajari makna.
Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik.
Semantik dengan objeknya yakni makna, berada diseluruh atau semua tataran yang bangun membangun, makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Oleh karena itu, penamaan tataran untuk semantik agak kurang tepat, sebab semantik bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar melainkan merupakan unsur yang berada dalam semua tataran itu.
Hockett (1954), seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Salah satu yang ada dalam sistem bahasa ini adalah subsistem semantik. Subsistem semantik disebut bersifat periferal, karena seperti pendapat kaum strukturalis umumnya, bahwa makna yang menjadi objek semantik sangat tidak jelas, tidak dapat diamati secara empiris. Semantik tidak lagi menjadi objek periferal, melainkan menjadi objek yang setaraf dengan bidang-bidang studi linguistik lainnya, sejak Chomsky, bapak linguistik transformasi menyatakan betapa pentingnya semantik dalam studi linguistik.

A.    Hakikat Makna

Menurut de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa runtutan bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep (yang dimiliki oleh signifian).
Misalnya tanda linguistik berupa (ditampilkan dalam bentuk ortografis), terdiri dari komponen signifian, yakni berupa runtunan bunyi fonem /m/, /e/, /j/, /a/. Dan komponen signifienya berupa konsep atau makna ‘sejenis perabot kantor atau rumah tangga’.
Tanda linguistik yang berupa runtunan fonem dan konsep yang dimiliki runtunan fonem itu mengacu pada sebuah referen yang berada diluar bahasa, yaitu “sebuah meja”.


Bagannya seperti berikut :
                                              /m/, /e/, /j/, /a/
                                                 (signifian)


         Meja              ------------------------------------------à
(tanda linguistik)

                                                Sejenis perabot rumah
                                                Tangga / kantor
                                                   (signifie)


Keterangan :
1.      Titik (a) dan (c) bersifat tidak langsung, sebab (a) adalah masalah dalam bahasa dan (c) masalah luar bahasa yang hubungannya bersifat arbitrer.
2.      Hubungan (a) dan (b), serta (b) dan (c) bersifat langsung, titik (a) dan (b) sama-sama berada di dalam bahasa, (c) adalah acuan dari (b).

Ferdinand de Saussure mengembangkan bahwa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang memiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Hal ini berarti bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada didalam konteks wacananya atau konteks situasinya.
Misalnya kata jatuh dalam kalimat-kalimat dibawah ini akan memiliki makna yang berbeda satu dengan yang lain :
1.      Adik jatuh dari sepeda.
2.      Dia jatuh dalam ujian yang lalu.
3.      Dia jatuh cinta pada adikku.
4.      Kalau harganya jatuh lagi, kita akan bangkrut.
Makna itu tidak lain daripada sesuatu atau referen yang diacu oleh kata atau leksem. Kita dapat menentukan makna setelah dalam bentuk kalimat.
Contohnya : Sudah hampir pukul dua belas !
Bila diucapkan oleh seorang ibu asrama putri kepada seorang pemuda, maka bermaksud mengusir, sedangkan jika yang mengatakan adalah seorang karyawan kantor berarti menunjukkan waktu makan siang.
Yang harus diingat mengenai makna ini, karena bahasa itu bersifat arbitrer, maka hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbitrer. Kita tidak dapat menjelaskan kenapa benda cair yang selalu kita gunakan untuk keperluan mandi, minum, masak, dan sebagainya disebut air, bukan ria, atau rai, dan sebagainya. Begitu juga dengan kata-kata lainnya, kita tidak bisa menjelaskan hubungan kata-kata itu dengan makna yang dimilikinya.

B.     Jenis Makna

Karena bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda.


1.      Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual
            Makna leksikal adalah makna yang memiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apa pun. Misalnya leksem kuda memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki  empat yang bisa dikendarai’; pinsil bermakna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’; dan air bermakna leksikal ‘sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari’.
Dengan contoh itu dapat juga dikatakan bahwa makna leksial adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya. Kamus-kamus dasar biasanya hanya memuat makna leksikal  yang di miliki oleh kata yang dijelaskannya.oleh karena itu, barang kali, banyak orang yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang ada dalam kamus. Pendapat ini, kalau begitu, memang tidak salah; namun, perlu diketahui bahwa kamus-kamus yang bukan dasar, juga ada memuat makna-makna lain yang bukan leksikal, seperti makna kias dan makna-makna yang terbentuk secara metaforis.
            Makna gramatikal berbeda dengan makna leksikal, akan ada jika terjadi proses gramatikal seperti afikasi (penambahan), reduplikasi (Pengulangan), komposisi (pemajemukan), atau kalimatiasi.
1.      Proses afikasi prefiks ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘mengendarai kuda’; dengan dasar rekreasi melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’.
2.      Proses reduplikasi seperti kata  buku yang bermakna ‘ sebuah buku’ menjadi buku-buku yang bermakna ‘ banyak buku’  bahasa inggris untuk menyatakan ‘ jamak’ menggunakan penambahan morfem (s) atu menggunakan bentuk khusus. Misalnya booksebuah buku’ menjadi books yang bermakna ‘ banyak buku’ ; kata women yang bermakna ‘ seorang wanita’ menjadi womens yang bermakna ‘banyak wanita’
3.      Proses komposisi dasar sate dengan dasar ayam melahirkan makna gramatikal ‘bahan’; dengan dasar madura melahirkan makna gramatikal ‘asal’; dengan dasar lontong melahirkan makna gramatikal ‘bercampur’; dan dengan kata Pak Kumis (nama pedagang sate yang terkenal di Jakarta) melahirkan makna gramatikal ‘buatan’. Sintaksisasi kata-kata adik, menendang, dan bola menjadi kalimat Adik menendang bola melahirkan makna gramatikal: adik bermakna ‘pelaku’, menendang bermakna ‘aktif’, dan bola bermakna ‘sasaran’. Sintaktisasi kata-kata adik, menulis, dan surat melahirkan makna gramatikal: adik bermakna ‘pelaku’, menulis bermakna ‘aktif’, dan surat bermakna ‘hasil’.
            Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berbeda di dalam satu konteks. Artinya, makna tersebut muncul sebagai makna tambahan disamping makna sebenarnya berupa kesan-kesan yang ditimbulkan oleh sebab situasi tertentu. Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut :
(a) Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
(b) Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
(c) Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.
(d) Beras kepala harganya lebih mahal dari beras biasa.
(e) Kepala paku dan kepala jarum tidak sam bentukmya.
           
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungannya penggunaan bahasa itu. Sebagai contoh kalimat berikut :
(f) Tiga kali empat berapa?
Apabila dilontarkan di kelas tiga Sd sewaktu pelajaran matematika berlangsung, tentu akan dijawab “dua belas”. Kalau dijawab lain, maka jawaban itu pasti salah. Namun, kalau pertanyaan itu dilontarkan kepada tukang foto di tokonya atau di tempat kerjanya, maka pertanyaan itu mungkin akan dijawab “dua ribu”, atau mungkin juga “tiga ribu”, atau mungkin juga jawaban lain. Mengapa bisa begitu, sebab pertanyaan itu mengacu pada biaya pembuatan pasfoto yang berukuran tiga kali empat centimeter.
Contoh lain kalimat bermakna kontekstual :
(g) Kaki Dona terluka karena menginjak paku
(h) Rumah nenek di kaki gunung

Penggunaan kaki pada kalimat diatas,bila ditilik pada konteks kalimatnya memiliki makna yang berbeda. Pada kalimat (g), kaki berarti ‘alat gerak bagian bawah pada tubuh makhluk hidup’, sedangkan pda kalimat (h), kaki memiliki arti ‘bagian bawah dari suatu tempat’. Kata “kaki” pada hakikatnya memiliki maksud bagian terbawah dari suatu objek, tetapi dalam penggunaan kata tersebut juga harus disesuaikan dengan konteks, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengertian arti kaki.


2.      Makna Referensial dan Non-Referensial
 Sebuah kata atau leksam disebut makna referensial kalau ada referensinya atau acuanya.Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau memiliki acuan.Bisa juga disebut makna kognitif karena memiliki acuan.Dalam hal ini makna memiliki hubungan dengan konsep mengenai sesuatu yang telah disepakati bersama oleh masyarakat bahasa.
Seperti : Meja dan kursi ,keduanya memiliki referen (acuan).Meja dan kursi adalah sebuah perabotan ruamah tangga.karena ada acuanya di dalam dunia nyata.
Makna non referensial adalah sebuah kata yang tidak mempunyai referen.seperti kata preposisi atau konjungsi yang hanya memilikifungsi atau tugas tapi tidak mempunyai makna.kata deiktik adalah kata yang tidak menetap pada suatu maujud, melainkan dapat berpindah dari satu maujud ke maujud lain.yang termasuk kata deiktik adalah dia , saya, kamu, disini, disana, sekarang, besok, nanti. Contoh :
1)      Tadi dia duduk disini, kata disini menunjukan sesuatu yang sempit.tempat yang dimaksut    mungkin sebuah bangku.
2)      ”hujan hampir terjadi disini setiap hari” kata walikota bogor.kata disini menunjukan sesuatu yang luas.mungkin yang dimaksut kota Bogor.
3)      disini di Indonesia,hal itu sering terjadi.kata disini menunjukan seluruh wilayah indonesia.


3.      Makna Denotatif dan Makna Konotatif
 Makna denotatif adalah makna asli,makna asal yang dimiliki oleh sebuah leksem.sebenarnya makna ini sama dengan makna leksikal.misalnya:
Babi mempunyai makna denotatif, sejenis binatang yang biasa diternakkan untuk dimanfaatkan dagingnya.begitu juga kata rombongan, bermakna denotatif sekumpulan orang yang mengelompok menjadi satu kesatuan.
Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.seperti kata babi pada contoh sebelumnya pada orang beragama islam mempunyai konotasi yang negatif.ada rasa tau perasaan yang tidak enak pada kata tersebut. Kata kurus juga berkonotasi netral, tidak memiliki rasa yang mengenakkan,tetapi kata ramping  yang bersinonim dengan kata kurus tersebut memiliki konotasi positif nilai rasa yang mengenakkan.


4.      Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
 Leech membagi makna menjadi konseptual dan asosiatif.makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun.kata kuda memiliki makna konseptual sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai, kata rumah memiliki makna konseptual bangunan tempat tinggal manusia.makna konseptual sama saja dengan makna leksikal,makna denotatif dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada diluar bahasa.misalnya kata melati berasosiasi suci atau kesucian.merah berasosiasi berani, sehingga asosisiatif ini sama dengan lambang.perlambangan yang digunakan masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain.


5.      Makna Kata dan Makna Istilah
 Setiap kata atau leksem memiliki makna. Awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksial, makna denotatif atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaannya makna kata itu baru akan menjadi jelas jika kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya.
Oleh karena itu makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas. Kata tangan dan lengan sebagai kata, maknanya cenderung dianggab sama, misal pada contoh kalimat berikut:
-Tangannya luka kena pecahan kaca
-Lengannya luka kena pecahan kaca
Kata tangan dan lengan pada kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama.
            Berbeda dengan kata, maka yang disebut istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks. Akan tetapi perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Misalnya, kata tangan dan lengan pada contoh di atas, kedua kata itu dalam bidang kedokteran mempunyai makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai jari tangan, sedangkan lengan bermakna bagian dari pergelangan sampai pangkal bahu. Jadi, kata tangan dan lengan sebagai istilah dalam kedokteran tidak bersinonim , karena maknanya berbeda.
            Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah yang karena sering digunakan lalu menjadi kosakata umum, artiya istilah itu tidak hanya digunakan di dalam bidang keilmuannya tetapi juga telah digunakan secara umum di luar bidangnya.
           
6.      Makna Idiom dan Peribahasa
 Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, maupun secara leksikal maupun gramatikal. Contohnya secara gramatikal bentuk mejual rumah bermakna yang menjual mendapatkan uang dan yang membeli menerima rumah. Tetapi dalam bahasa indonesia bentuk menjual gigi  tidaklah memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna “tertawa keras-keras”. Jadi, makna yang seperti dimilik bentuk menjual gigi itulah yang dimaksud makna idiomatikal. Contoh lain dari dari makna idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna “bekerja keras” , dan meja hijau dengan makna “pengadilan” dan sudah beratap seng artinya “sudah tua”.
            Biasanya dibedakan orang adanya dua macam idiom yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Yang dimaksud idiom penuh adalah idiom yang semua unsur_unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Bentuk-bentuk sepertimembanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau termasuk contoh idiom penuh. Sedangkan yang ddimaksud idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya, buku putih yang bermakna “buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus”; daftar hitam yang bermakna “daftar yang memuat nama-nama orang yang diduga atau dicurigai berbuat kejahatan”  dan koran kuning dengan makna “koran yang biasa memuat berita sensasi”. Pada contoh tersebut kata buku, daftar, dan koran masih memiliki makna leksikalnya.
            Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat “diramalkan” secara leksikal maupun gramatikal, maka yang disebut peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dar makna unsur-unsurnyakarena adanya “asosiasi” antara makna asli deengan makna sebagai peribahasa. Umpamanya, peribahasa seperti anjing dengan kucing yang bermakna “dikatan ihwal dua orang yang tidak pernah akur”. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika berdua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai. Contoh lain, peribahasa Tong kosong nyaring bunyinya yang bermakna “orang yang banyak cakapnya biasanya tidak berilmu” makna ini dapat ditarik dari asosiasi: tong yang berisi bila di pukul tidak mengeluarkan bunyi, tetapi tong yang kosong akan mengeluarkan bunyi keras, yang nyaring.
             Idiom dan peribahasa terdapat pada semua bahasa yang ada di dunia ini, terutama pada bahasa-bahasa yang penuturnya sudah memiliki kebudayaan yang tinggi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANALISIS NOVEL JALAN MENIKUNG KARYA UMAR KAYAM (TERLENGKAP)

SINOPSIS, PENOKOHAN, LATAR/SETTING, SERTA AMANAT DALAM NOVEL YANG BERJUDUL JALAN MENIKUNG (PARA PRIYAYI 2) KARYA UMAR KAYAM I.     ...