Sabtu, 28 Oktober 2017

PROBLEMATIKA KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIA



      BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terkenal dengan keramahtamahan dan kesantunanannya. Hal ini terkait dengan kesantunan dalam berbahasa. Wujud dari kesantunan berbahasa yaitu melalui pemilihan kata-kata yang tepat sesuai dengan situasional dan didukung dengan cara penyampaiannya yang tepat. Cara penyampaian yang tidak tepat pada situasi tertentu akan berakibat pada ketidaksantunan dalam berbahasa. Misalnya, pemilihan kata yang baik namun penyampainnya yang kurang tepat seperti disampaikan dengan nada kasar tentunya menjadikan seseorang dianggap tidak santun dalam berbahasa. Efek dari ketidaksantunan dalam berbahasa sangatlah besar dalam masyarakat, yakni akan dikucilkan apabila sering melakukan ketidaksantunan dalam berbahasa. Hal tersebut dapat memicu konflik atau menyakiti perasaan di antara penutur dan mitra tutur jika dalam interaksinya terdapat ketidaksantunan dalam berbahasa. Oleh karena itu, kesantunan dalam berbahasa sangat penting bagi masyarakat pemakai suatu bahasa. Bahasa yang digunakan oleh suatukelompok masyarakat tertentu akan mencerminkan budaya dari masyarakat tersebut, termasuk kesantunan berbahasa. Kesantunan yang ada dapat dipengaruhi oleh adanya hirarki sosial dalam masyarakat. Tingkatan sosial merupakan salah satu bentuk untuk menghargai seseorang yang berbeda jabatan, umur, dan faktor sosial lainnya. Dalam hal ini tingkatan yang ada mengharuskan seseorang untuk berkomunikasi dengan bahasa yang baik agar terwujud kesantunan berbahasa sesuai dengan nilai dan norma serta kaidah-kaidah yang ditetapkan. Faktor konteks juga ikut berperan dalam menentukan kesantunan atau tidaknya dalam berbahasa. Suasana resmi atau formal akan menekankan pada unsur kesantunan yang perlu diterapkan dalam berkomnikasi antar penutur dan mitra tutur. Sebaliknya, suasana kurang resmi tidak menekankan pada unsur kesantunan dalam berbahasa tetapi tetapdalam ranah yang santun ketika berkomunikasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam hal ini dapat ditentukan rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.       Apa pengertian kesantunan berbahasa Indonesia ?
2.      Apa tujuan kesantunan berbahasa Indonesia ?
3.      Sebutkan jenis-jenis kesantunan berbahasa Indonesia
4.      Apa saja faktor-faktor yang mendorong kesantunan berbahasa Indonesia ?
5.      Apa problematika prinsip kesantunan berbahasa Indonesia ?
6.      Bagaimana cara penyelesaiannya atau solusi untuk mengatasi ketidaksantunan berbahasa Indonesia.
1.3 Tujuan
1.    Pengertian kesantunan berbahasa Indonesia ?
2.      Tujuan kesantunan berbahasa Indonesia ?
3.      Jenis-jenis kesantunan berbahasa Indonesia
4.      Faktor-faktor yang mendorong kesantunan berbahasa Indonesia ?
5.      Problematika prinsip kesantunan berbahasa Indonesia ?
6.      Cara penyelesainnya atau solusi untuk mengatasi ketidaksantunan berbahasa Indonesia.


BAB 2
PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian kesantunan berbahasa Indonesia
            Kesantunan berbahasa merupakan buah dari proses internalisasi ( Berger, 1971: 183) atau proses pendarahdagingan orang tua kepada anaknya melalui sosialisasi primer sehingga menjadi pola perilaku berbahasa sehari-hari dan akan lebih mengakar lagi apabila ditopang oleh lingkungan sekitar melalui sosialisasi sekunder, teman sebaya, dan masyarakat sekitar.
     Pendapat Sapir dan Worf (dalam Wahab, 1995) menyatakan bahwa bahasa menentukan perilaku budaya manusia. Dikatakan demikian karena dengan berbahasa yang baik maka dapat diketahui pula kepribadian seseorang. Orang maupun suatu kelompok tertentu yang menggunakan bahasanya dengan baik yang diwujudkan dengan pilihan kata yang tepat, struktur kalimat yang benar, ungkapan yang santun maka dapat disimpulkan ataupun diketahui bahwa orang yang menggunakan bahasa tersebut memiliki kepribadian yang baik pula sebagaimana sesuai dengan bahasa yang merupakan salah satu bagian dari budaya. Sebaliknya orang yang menggunakan bahasa yang kasar memiliki kecenderungan bahwa kepribadian dari orang tersebut kurang baik yang dicerminkan melalui bahasa (pilihan kata) yang dipilih dalam berkomunikasi dengan sesamanya ataupun orang yang memiliki status di atasnya.
Lakoff (dalam Rustono, 2000:51) berpendapat bahwa ada tiga kaidah yang harus ditaati agar tuturan dianggap santun. Ketiga kaidah tersebut adalah formalitas, ketaktegasan, dan persamaan atau kesekawanan.
Tarigan (1986:82) dan Leech (1993:206-207) ada enam maksim sopan santun. Prinsip sopan santun dalam maksim-maksim tersebut berpasang-pasangan. Keenan maksim tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Maksim kebijaksanaan
    1. Kurangi kerugian orang lain
    2. Tambah keuntungan orang lain
  2. Maksim kedermawanan
    1. Kurangi keuntungan diri sediri
    2. Tambahi pengorbanan diri sendiri
  3. Maksim penghargaan
    1. Kurangi cacian pada orang lain
    2. Tambahi pujian pada orang lain
  4. Maksim kesederhanaan
    1. Kuragi pujian pada diri sendiri
    2. Tambahi cacian pada diri sendiri
  5. Maksim kemufakatan
    1. Kurangi ketidakseesuaian antara diri sendiri dan orang lain
    2. Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dan orang lain
  6. Maksim simpati
    1. kurangi antipati antara diri sendiri dan orang lain
    2. perrbesar simpati antara diri sendiri dan orang lain

2.2 Tujuan kesantunan berbahasa Indonesia
Kesantunan merupakan hal yang penting dalam berkomunikasi dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Adapun tujuan dalam menerapkan kesantunan berbahasa yaitu guna memperlancar jalannya komunikasi yang terjalin antara penutur dan mitra tutur. Hal tersebut mendukung tersampainya pesan yang akan disampaikan dalam komunikasi. Oleh karena itu pesan harus disampaikan dengan jelas atau tidak disengaja berbelit-belit misalnya kepada orang tua. Hal inilah merupakan salah satu wujud dari ketidaksantunan berbahasa. Tujuan lain dari penerapan kesantunan berbahasa Indonesia yaitu untuk menghargai atau menghormati penutur maupun mitra tutur agar tidak terjadi konflik maupun kesalahpahaman. Kesantunan berbahasa merupakan salah satu bentuk bahwa seseorang mempunyai kebudayaan atau berkarakter yang baik.
 2.3 Jenis-jenis kesantunan
Kesantunan dapat digolongkan menjadi tiga yakni kesantunan dalam berbuat, berpakaian dan kesantunan dalam berbahasa. Makalah ini akan menjelaskan secara detail dalam halnya kesantunan berbahasa yakni berbahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah dan tata cara yang terdapat dalam budaya Indonesia. Kesantunan berbahasa dapat terwujud dalam komunikasi yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma dalam suatu masyarakat. Komunikasi yang dilakukan tidak hanya menyampaikan gagasan maupun pendapatnya semaunya sendiri tetapi harus memperhatikan berbagai aspek seperti situasi yang ada, latar belakang sosial, dan usia baik mitra tutur maupun penutur agar terjalin rasa saling menghormati dan menghargai antarsesama.
2.4 Faktor-faktor yang mendorong kesantunan berbahasa Indonesia
Prinsip kesantunan dalam berbahasa Indonesia tidak senantiasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya :
a.       Faktor linguistik
Aspek linguistik/ bahasa yaitu terkait dengan pemilihan kata atau diksi dalam berbahasa Indonesia dan struktur kalimat yang digunakan dalam berkomunikasi. Penggunaan diksi disesuaikan dengan situasi atau konteksnya. Baku atau tidaknya diksi yang digunakan berdasar pada situasi yang dihadapi dalam komunikasi tersebut. Apabila situasinya resmi menggunakan diksi yang tidak baku maka dapat dikatakan bahwa penutur tersebut dianggap tidak santun. Struktur kalimat juga ikut berperan dalam penentuan santun atau tidaknya dalam berbahasa Indonesia. Struktur ini terkait dengan panjang atau pendeknya kalimat yang digunakan.

b.      Faktor non-linguistik
Unsur-unsur nonverbal yang dimaksud adalah unsur-unsur paralinguistik, kinetik, dan proksemika. Pemerhatian unsur-unsur ini juga dalam rangka pencapaian kesantunan berbahasa
Unsur-unsur paralinguistik berkaitan dengan ciri-ciri bunyi yang dihasilkan dari ujaran seseorang seperti suara berbisik, suara meninggi, suara sedang, suara rendah, dan suara keras yang digunakan oleh penutur dalam berkomunikasi. Pengubahan intonasi disesuaikan dengan situasi yang dihadapi oleh penutur maupun mitra tutur. Hal tersebut dilakukan apabila dalam komunikasi tersebut ingin menerapkan prinsip kesantunan.Contohnya, dalam situasi formal atau resmi seperti seminar maka sebagai peserta yang menerapkan prinsip kesopanan apabila ingin berbicara dengan teman sebelahnya, peserta tersebut akan menggunakan suara yang rendah atau berbisik jika ingin berbicara dengan temannya agar tidak menganggu penutur yang ada di depan sebagai wujud menghargai atau menghormati.
Unsur kinesik yaitu unsur nonverbal yang terkait gerak isyarat atau gestur. Gerak isyarat tersebut meliputi gerak tangan, anggukan kepala, kedipan mata, dan ekspresi wajah. Unsur ini berfungsi untuk memperjelas unsur bahasa yang disampaikan oleh penutur untuk mendukung santun atau tidaknya komunikasi yang terjalin. Contohnya, ekspresi wajah yang terlihat senyum ketika menyambut tamu yang datang merupakan salah satu aspek yang menciptakan kesantunan dan begitu pula sebaliknya.
Unsur proksemika yaitu unsur yang terkait dengan penjagaan jarak akibat adanya perbedaan faktor-faktor sosial seperti perbedaan status jabatan dan usia. Dalam hal tersebut bahasa yang digunakan tentu akan berbeda yang akan menyesuaikan dengan adanya perbedaan tersebut.Misalnya, bahasa yang digunakan oleh sesama mahasiswa dan mahasiswa dengan dosen tentu berbeda akibat adanya perbedaan status. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dnegan dosen tentu bahasa Indonesia yang resmi sedangkan pembicaraan antarsesama mahasiswa akan enggunakan bahasa Indonesia yang kurang formal.
2.5 Problematika kesantunan dalam berbahasa Indonesia
Berbagai fenomena dalam problematika penerapan prinsip kesantunan dalam berbahasa Indonesia dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Wujud dari ketidaksantunan berbahasa Indonesia dapat terjadi akibat penerapan nilai-nilai karakter dalam keluaga yang dapat dikatakan kurang berhasil. Hal ini bahasa dapat mencerminka dari karakter atau kepribadian seseorang atau pemakai bahasa. Akibat dari ketidaksantunan dalam berbahasa akan berdampak pada timbulnya konflik, ketidaklancaran dalam komunikasi yang terjalin, dan kurang menghargai maupun menghormati mitra tutur. Berikut ini merupakan beberapa contoh problematika dalam penerapan prinsip kesantunan dalam berbahasa Indonesia, yakni :
a.       Dominasi bahasa pergaulan yang sudah mengakar pada remaja
Fenomena masalah ketidaksantunan dalam berbahasa Indonesia dipengaruhi oleh faktor umur. Usia remaja merupakan usia yang labil karena dipengaruhi untuk mencari jati diri. Banyak sekali bahasa pergaulan yang diciptakan di kalangan remaja. Bahkan bahasa pergaulan tersebut sudah menjadi subkultur yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya terkadang remaja pemakai bahasa tersebut tidak bisa atau lupa dalam menerapkan pemakaian bahasa pergaulan tersebut. Contohnya :remaja yang sering menggunakan kata “kalok” yang dalam bahasa Indonesia artinya kalau. Penggunaan kata “kalok”sering dijumpai dalam komunikasi antara murid dengan gurunya. Hal ini akibat kebiasaan dalam pemakaian bahasa tersebut sehingga tidak dapat mengendalikan dalam penempatan pemakaian dan berujung pada penilaian yang kurang santun.
b.      Penggunaan bahasa ibu dan bahasa Indonesia yang tumpang tindih
Problematika ini sering terjadi dalam kalangan remaja juga. Fenomena ini dapat dilihat pada contoh berikut ketika seseorang memberitahukan informasi tentang temannya kepada guru. Remaja tersebut menggunakan kata “ngobrol” dalam percakapan dengan gurunya. Kalimat tersebut diucapkan dengan “saya tidak tahu pak, kemarin saja masih ngobrol dengan saya”. Kata “ngobrol”harusnya diganti dengan kata berbincang atau berbicara sehingga dalam hal ini, kalimat tersebut menjadikan kurang santun karena tumpang tindih dalam pemakaian bahasa ibu dan Bahasa Indonesia. Kata “ngobrol” merupakan kata dari Bahasa Jawa.
c.       Wujud ragam bahasa yang tidak santun akibat tuturan kasar
Tuturan kasar yang digunakan oleh pemakai bahasa dapat mencerminkan kepribadian atau karakter seseorang yang kurang santun dalam berbahasa. Hal ini didukung oleh pendapat yang mengatakan bahwa bahasa dapat mencerminkan kebudayaan pemakai bahasa. Wujud tuturan kasar yang dijumpai di masyarakat seperti penggunaan nama-nama binatang berkaki empat yang muncul dalam beberapa tuturannya atau komunikasi antarsesama temannya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pemakai bahasa tersebut tidak santun dalam berbahasa Indonesia. Faktor lain juga disertai umpatan bahasa Indonesia nonbaku seperti kata “bego” yang diucapkan untuk mengumpat temannya. Kasus tersebut mengindikasikan bahwa pemakai bahasa itu tidaklah santun dalam berbahasa karena menggunakan ragam bahasa kasar atau tidak sesuai dengan nilai atau norma yang berlaku dalam kaidah Bahasa Indonesia.
d.      Penanggapan dalam seminar atau situasi formal lainnya yang tidak disertai kata sapaan.
Fenomena ini sering terjadi baik dalam acara seminar maupun kegiatan perkuliahan. Kegiatan seminar tidak lupa dengan adanya sesi tanya jawab. Dalam sesi tersebut kadang peserta seminar bertanya dengan langsung menyampaikan soalnya atau tanggapannya tanpa memperkenalkan diri terlebih dahulu serta disertai dengan kata sapaan baik bapak atau ibu dalam penyampaian tanggapan.
e.       Penyimpangan terhadap maksim yag terdapat dalam prinsip kesantunan.
Problematika ini dapat dilihat seperti contohnya, penyimpangan terhadap maksim kebijaksanaan yang menggariskan setiap pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan  keuntungan orang lain ( Dasar-dasar pragmatik : 56 ).
Contohnya : + Datang ke rumah saya !
                     - silakan anda datang ke rumah saya !
Penggalan percakapan di atas merupakan salah satu maksim kebijaksanaa. Dalam kehidupan sehari-hari banyak yang menggunakan kalimat “Datang ke rumah saya!” dan merupakan contoh kalimat yang kurang santun dibandingkan menggunakan kalimat kedua yang lebih sedikit penggunaannya dimana kalimat tersebutlah yang menerapkan prinsip kesantunan.
2.6 Solusi untuk mengatasi ketidaksantunan berbahasa Indonesia.
Fenomena ketidaksantunan dalam berbahasa Indonesia menjadikan hal tersebut harus dicarikan solusi. Cara penyelesainnya dari problematika prinsip kesantunan berbahasa Indonesia salah satunya dengan memberikan pendidikan karakter sejak dini yang dimulai dari keluarga, kesadaran yang tinggi akan rasa menghargai dan menghormati orang lain, dan penguatan terhadap kaidah serta aturan yang baku maupun tidak baku terkait dengan kosakata bahasa Indonesia yang disesuaikan dengan konteks situasi komunikasi. Hal ini dapat dimulai dari sapaan yang digunakan berdasar pada siapa mitra tuturnya jika sesama mahasiswa maka bisa menggunakan sapaan kamu. Sebaliknya jika mitra tuturnya dosen maka sapaannya menggunakan bapak atau ibu.Walaupun dalam Bahasa Indonesia tidal mengenal tingkatan tetapi perbedaan sapaan yang digunakan berdasar dengan siapa mitra tuturnya merupakan wujud dalam menunjukkan tingkat kesantunan seseorang atau pemakai bahasa. Solusi lain agar tercipta kesantunan dalam berbahasa Indonesia juga harus memperhatikan tiga kriteria di antaranya: media yang digunakan, latar belakang penutur dan pokok persoalan yang dibicarakan agar dapat menerapkan prinsip kesantunan berbahasa Indonesia (Hary : 20). Pemakai bahasa memahami perbedaan penggunaan dalam ragam bahasa lisan dan ragam tulis yang dilihat dari aspek tata bahasa maupun kosakatanya untuk melihat kesantunan atau tidaknya bahasa yang digunakan.

BAB 3
  PENUTUP
 3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sekarang ini, banyak terjadi problematika kesantunan berbahasa terutama Bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pendidikan karakter yang kurang kuat dalam keluarga terutama karena lingkup keluarga merupakan lingkup yang utama dan pertama dalam memperoleh pendidikan karakter seperti kesantunan. Kesantunan dalam berbahasa Indonesia dapat mencerminkan kepribadian atau karakter dari pemakai bahasa tersebut. Penggunaan prinsip kesopanan ini tidak senantiasa dilakukan secara kaku namun tetap berpegang atau berdasarkan dengan situasi atau kondisi yang terdapat dalam komunikasi tersebut. Prinsip kesantuan dalam berbahasa dapat dipengarugi oleh beberapa unsur seperti unsur linguistik atau bahasa yag terkait dengan pemilihan kata atau diksi tepat dalam suasana tertentu dan struktur kalimat yang digunakan oleh penutur seperti panjang atau tidaknya dilihat dari mitra tuturnya serta situasinya. Problematika kesantunan berbahasa Indonesia dapat diatasi dengan pendidikan karakter sejak dini terutama penguatan yang terdapat dalam keluarga agar di lingkungan selanjutnya dapat menyesuaikan dengan mudah.



DAFTAR PUSTAKA
           
Wahyono, hary. 2014. Penuntun Terampil Berbahasa. Yogyakarta : Deepublish
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung:Angkasa.
Rustono. 2000. Implikatur Tuturan Humor. Semarang: CV IKIP Semarang Press





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANALISIS NOVEL JALAN MENIKUNG KARYA UMAR KAYAM (TERLENGKAP)

SINOPSIS, PENOKOHAN, LATAR/SETTING, SERTA AMANAT DALAM NOVEL YANG BERJUDUL JALAN MENIKUNG (PARA PRIYAYI 2) KARYA UMAR KAYAM I.     ...