BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
terkenal dengan keramahtamahan dan kesantunanannya. Hal ini terkait dengan
kesantunan dalam berbahasa. Wujud dari kesantunan berbahasa yaitu melalui
pemilihan kata-kata yang tepat sesuai dengan situasional dan didukung dengan
cara penyampaiannya yang tepat. Cara penyampaian yang tidak tepat pada situasi
tertentu akan berakibat pada ketidaksantunan dalam berbahasa. Misalnya,
pemilihan kata yang baik namun penyampainnya yang kurang tepat seperti
disampaikan dengan nada kasar tentunya menjadikan seseorang dianggap tidak
santun dalam berbahasa. Efek dari ketidaksantunan dalam berbahasa sangatlah
besar dalam masyarakat, yakni akan dikucilkan apabila sering melakukan
ketidaksantunan dalam berbahasa. Hal tersebut dapat memicu konflik atau
menyakiti perasaan di antara penutur dan mitra tutur jika dalam interaksinya
terdapat ketidaksantunan dalam berbahasa. Oleh karena itu, kesantunan dalam
berbahasa sangat penting bagi masyarakat pemakai suatu bahasa. Bahasa yang
digunakan oleh suatukelompok masyarakat tertentu akan mencerminkan budaya dari
masyarakat tersebut, termasuk kesantunan berbahasa. Kesantunan yang ada dapat
dipengaruhi oleh adanya hirarki sosial dalam masyarakat. Tingkatan sosial
merupakan salah satu bentuk untuk menghargai seseorang yang berbeda jabatan,
umur, dan faktor sosial lainnya. Dalam hal ini tingkatan yang ada mengharuskan
seseorang untuk berkomunikasi dengan bahasa yang baik agar terwujud kesantunan
berbahasa sesuai dengan nilai dan norma serta kaidah-kaidah yang ditetapkan.
Faktor konteks juga ikut berperan dalam menentukan kesantunan atau tidaknya
dalam berbahasa. Suasana resmi atau formal akan menekankan pada unsur
kesantunan yang perlu diterapkan dalam berkomnikasi antar penutur dan mitra
tutur. Sebaliknya, suasana kurang resmi tidak menekankan pada unsur kesantunan
dalam berbahasa tetapi tetapdalam ranah yang santun ketika berkomunikasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
dalam hal ini dapat ditentukan rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Apa pengertian kesantunan berbahasa Indonesia ?
2. Apa tujuan
kesantunan berbahasa Indonesia ?
3. Sebutkan
jenis-jenis kesantunan berbahasa Indonesia
4. Apa
saja faktor-faktor yang mendorong kesantunan berbahasa Indonesia ?
5. Apa problematika
prinsip kesantunan berbahasa Indonesia ?
6.
Bagaimana cara penyelesaiannya atau
solusi untuk mengatasi ketidaksantunan berbahasa Indonesia.
1.3 Tujuan
1. Pengertian
kesantunan berbahasa Indonesia ?
2. Tujuan
kesantunan berbahasa Indonesia ?
3. Jenis-jenis
kesantunan berbahasa Indonesia
4. Faktor-faktor
yang mendorong kesantunan berbahasa Indonesia ?
5. Problematika
prinsip kesantunan berbahasa Indonesia ?
6. Cara penyelesainnya
atau solusi untuk mengatasi ketidaksantunan berbahasa Indonesia.
BAB 2
PEMBAHASAN
2. 1 Pengertian
kesantunan berbahasa Indonesia
Kesantunan berbahasa merupakan buah
dari proses internalisasi ( Berger, 1971: 183) atau proses pendarahdagingan
orang tua kepada anaknya melalui sosialisasi primer sehingga menjadi pola
perilaku berbahasa sehari-hari dan akan lebih mengakar lagi apabila ditopang
oleh lingkungan sekitar melalui sosialisasi sekunder, teman sebaya, dan masyarakat
sekitar.
Pendapat Sapir dan Worf (dalam Wahab,
1995) menyatakan bahwa bahasa menentukan perilaku budaya manusia. Dikatakan
demikian karena dengan berbahasa yang baik maka dapat diketahui pula
kepribadian seseorang. Orang maupun suatu kelompok tertentu yang menggunakan
bahasanya dengan baik yang diwujudkan dengan pilihan kata yang tepat, struktur
kalimat yang benar, ungkapan yang santun maka dapat disimpulkan ataupun
diketahui bahwa orang yang menggunakan bahasa tersebut memiliki kepribadian
yang baik pula sebagaimana sesuai dengan bahasa yang merupakan salah satu
bagian dari budaya. Sebaliknya orang yang menggunakan bahasa yang kasar memiliki
kecenderungan bahwa kepribadian dari orang tersebut kurang baik yang
dicerminkan melalui bahasa (pilihan kata) yang dipilih dalam berkomunikasi
dengan sesamanya ataupun orang yang memiliki status di atasnya.
Lakoff (dalam
Rustono, 2000:51) berpendapat bahwa ada tiga kaidah yang harus ditaati agar
tuturan dianggap santun. Ketiga kaidah tersebut adalah formalitas,
ketaktegasan, dan persamaan atau kesekawanan.
Tarigan
(1986:82) dan Leech (1993:206-207) ada enam maksim sopan santun. Prinsip sopan
santun dalam maksim-maksim tersebut berpasang-pasangan. Keenan
maksim tersebut adalah sebagai berikut.
- Maksim kebijaksanaan
- Kurangi
kerugian orang lain
- Tambah
keuntungan orang lain
- Maksim kedermawanan
- Kurangi
keuntungan diri sediri
- Tambahi
pengorbanan diri sendiri
- Maksim penghargaan
- Kurangi
cacian pada orang lain
- Tambahi
pujian pada orang lain
- Maksim kesederhanaan
- Kuragi
pujian pada diri sendiri
- Tambahi
cacian pada diri sendiri
- Maksim kemufakatan
- Kurangi
ketidakseesuaian antara diri sendiri dan orang lain
- Tingkatkan
persesuaian antara diri sendiri dan orang lain
- Maksim simpati
- kurangi
antipati antara diri sendiri dan orang lain
- perrbesar
simpati antara diri sendiri dan orang lain
2.2 Tujuan
kesantunan berbahasa Indonesia
Kesantunan merupakan hal yang penting
dalam berkomunikasi dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Adapun tujuan
dalam menerapkan kesantunan berbahasa yaitu guna memperlancar jalannya
komunikasi yang terjalin antara penutur dan mitra tutur. Hal tersebut mendukung
tersampainya pesan yang akan disampaikan dalam komunikasi. Oleh karena itu
pesan harus disampaikan dengan jelas atau tidak disengaja berbelit-belit
misalnya kepada orang tua. Hal inilah merupakan salah satu wujud dari
ketidaksantunan berbahasa. Tujuan lain dari penerapan kesantunan berbahasa
Indonesia yaitu untuk menghargai atau menghormati penutur maupun mitra tutur
agar tidak terjadi konflik maupun kesalahpahaman. Kesantunan berbahasa
merupakan salah satu bentuk bahwa seseorang mempunyai kebudayaan atau berkarakter
yang baik.
2.3
Jenis-jenis kesantunan
Kesantunan dapat digolongkan menjadi
tiga yakni kesantunan dalam berbuat, berpakaian dan kesantunan dalam berbahasa.
Makalah ini akan menjelaskan secara detail dalam halnya kesantunan berbahasa
yakni berbahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah dan tata cara yang terdapat
dalam budaya Indonesia. Kesantunan berbahasa dapat terwujud dalam komunikasi
yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma dalam suatu masyarakat. Komunikasi
yang dilakukan tidak hanya menyampaikan gagasan maupun pendapatnya semaunya
sendiri tetapi harus memperhatikan berbagai aspek seperti situasi yang ada,
latar belakang sosial, dan usia baik mitra tutur maupun penutur agar terjalin
rasa saling menghormati dan menghargai antarsesama.
2.4 Faktor-faktor
yang mendorong kesantunan berbahasa Indonesia
Prinsip kesantunan dalam berbahasa
Indonesia tidak senantiasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya :
a. Faktor
linguistik
Aspek linguistik/ bahasa yaitu terkait
dengan pemilihan kata atau diksi dalam berbahasa Indonesia dan struktur kalimat
yang digunakan dalam berkomunikasi. Penggunaan diksi disesuaikan dengan situasi
atau konteksnya. Baku atau tidaknya diksi yang digunakan berdasar pada situasi
yang dihadapi dalam komunikasi tersebut. Apabila situasinya resmi menggunakan
diksi yang tidak baku maka dapat dikatakan bahwa penutur tersebut dianggap
tidak santun. Struktur kalimat juga ikut berperan dalam penentuan santun atau
tidaknya dalam berbahasa Indonesia. Struktur ini terkait dengan panjang atau
pendeknya kalimat yang digunakan.
b. Faktor
non-linguistik
Unsur-unsur nonverbal yang dimaksud
adalah unsur-unsur paralinguistik, kinetik, dan proksemika. Pemerhatian
unsur-unsur ini juga dalam rangka pencapaian kesantunan berbahasa
Unsur-unsur paralinguistik berkaitan
dengan ciri-ciri bunyi yang dihasilkan dari ujaran seseorang seperti suara
berbisik, suara meninggi, suara sedang, suara rendah, dan suara keras yang
digunakan oleh penutur dalam berkomunikasi. Pengubahan intonasi disesuaikan
dengan situasi yang dihadapi oleh penutur maupun mitra tutur. Hal tersebut
dilakukan apabila dalam komunikasi tersebut ingin menerapkan prinsip
kesantunan.Contohnya, dalam situasi formal atau resmi seperti seminar maka
sebagai peserta yang menerapkan prinsip kesopanan apabila ingin berbicara
dengan teman sebelahnya, peserta tersebut akan menggunakan suara yang rendah
atau berbisik jika ingin berbicara dengan temannya agar tidak menganggu penutur
yang ada di depan sebagai wujud menghargai atau menghormati.
Unsur kinesik yaitu unsur nonverbal yang
terkait gerak isyarat atau gestur. Gerak isyarat tersebut meliputi gerak
tangan, anggukan kepala, kedipan mata, dan ekspresi wajah. Unsur ini berfungsi
untuk memperjelas unsur bahasa yang disampaikan oleh penutur untuk mendukung
santun atau tidaknya komunikasi yang terjalin. Contohnya, ekspresi wajah yang
terlihat senyum ketika menyambut tamu yang datang merupakan salah satu aspek
yang menciptakan kesantunan dan begitu pula sebaliknya.
Unsur
proksemika yaitu unsur yang terkait dengan penjagaan jarak akibat adanya
perbedaan faktor-faktor sosial seperti perbedaan status jabatan dan usia. Dalam
hal tersebut bahasa yang digunakan tentu akan berbeda yang akan menyesuaikan
dengan adanya perbedaan tersebut.Misalnya, bahasa yang digunakan oleh sesama
mahasiswa dan mahasiswa dengan dosen tentu berbeda akibat adanya perbedaan
status. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dnegan dosen tentu bahasa
Indonesia yang resmi sedangkan pembicaraan antarsesama mahasiswa akan
enggunakan bahasa Indonesia yang kurang formal.
2.5 Problematika
kesantunan dalam berbahasa Indonesia
Berbagai fenomena dalam problematika
penerapan prinsip kesantunan dalam berbahasa Indonesia dapat dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Wujud dari ketidaksantunan berbahasa Indonesia dapat
terjadi akibat penerapan nilai-nilai karakter dalam keluaga yang dapat
dikatakan kurang berhasil. Hal ini bahasa dapat mencerminka dari karakter atau
kepribadian seseorang atau pemakai bahasa. Akibat dari ketidaksantunan dalam
berbahasa akan berdampak pada timbulnya konflik, ketidaklancaran dalam
komunikasi yang terjalin, dan kurang menghargai maupun menghormati mitra tutur.
Berikut ini merupakan beberapa contoh problematika dalam penerapan prinsip
kesantunan dalam berbahasa Indonesia, yakni :
a. Dominasi
bahasa pergaulan yang sudah mengakar pada remaja
Fenomena
masalah ketidaksantunan dalam berbahasa Indonesia dipengaruhi oleh faktor umur.
Usia remaja merupakan usia yang labil karena dipengaruhi untuk mencari jati
diri. Banyak sekali bahasa pergaulan yang diciptakan di kalangan remaja. Bahkan
bahasa pergaulan tersebut sudah menjadi subkultur yang dipakai dalam kehidupan
sehari-hari. Akibatnya terkadang remaja pemakai bahasa tersebut tidak bisa atau
lupa dalam menerapkan pemakaian bahasa pergaulan tersebut. Contohnya :remaja
yang sering menggunakan kata “kalok” yang dalam bahasa Indonesia artinya kalau.
Penggunaan kata “kalok”sering dijumpai dalam komunikasi antara murid dengan
gurunya. Hal ini akibat kebiasaan dalam pemakaian bahasa tersebut sehingga
tidak dapat mengendalikan dalam penempatan pemakaian dan berujung pada
penilaian yang kurang santun.
b. Penggunaan
bahasa ibu dan bahasa Indonesia yang tumpang tindih
Problematika
ini sering terjadi dalam kalangan remaja juga. Fenomena ini dapat dilihat pada
contoh berikut ketika seseorang memberitahukan informasi tentang temannya
kepada guru. Remaja tersebut menggunakan kata “ngobrol” dalam percakapan dengan
gurunya. Kalimat tersebut diucapkan dengan “saya tidak tahu pak, kemarin saja
masih ngobrol dengan saya”. Kata “ngobrol”harusnya diganti dengan kata
berbincang atau berbicara sehingga dalam hal ini, kalimat tersebut menjadikan
kurang santun karena tumpang tindih dalam pemakaian bahasa ibu dan Bahasa
Indonesia. Kata “ngobrol” merupakan kata dari Bahasa Jawa.
c. Wujud
ragam bahasa yang tidak santun akibat tuturan kasar
Tuturan
kasar yang digunakan oleh pemakai bahasa dapat mencerminkan kepribadian atau
karakter seseorang yang kurang santun dalam berbahasa. Hal ini didukung oleh
pendapat yang mengatakan bahwa bahasa dapat mencerminkan kebudayaan pemakai
bahasa. Wujud tuturan kasar yang dijumpai di masyarakat seperti penggunaan
nama-nama binatang berkaki empat yang muncul dalam beberapa tuturannya atau
komunikasi antarsesama temannya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pemakai
bahasa tersebut tidak santun dalam berbahasa Indonesia. Faktor lain juga
disertai umpatan bahasa Indonesia nonbaku seperti kata “bego” yang diucapkan
untuk mengumpat temannya. Kasus tersebut mengindikasikan bahwa pemakai bahasa
itu tidaklah santun dalam berbahasa karena menggunakan ragam bahasa kasar atau
tidak sesuai dengan nilai atau norma yang berlaku dalam kaidah Bahasa
Indonesia.
d. Penanggapan
dalam seminar atau situasi formal lainnya yang tidak disertai kata sapaan.
Fenomena
ini sering terjadi baik dalam acara seminar maupun kegiatan perkuliahan.
Kegiatan seminar tidak lupa dengan adanya sesi tanya jawab. Dalam sesi tersebut
kadang peserta seminar bertanya dengan langsung menyampaikan soalnya atau
tanggapannya tanpa memperkenalkan diri terlebih dahulu serta disertai dengan
kata sapaan baik bapak atau ibu dalam penyampaian tanggapan.
e. Penyimpangan
terhadap maksim yag terdapat dalam prinsip kesantunan.
Problematika
ini dapat dilihat seperti contohnya, penyimpangan terhadap maksim kebijaksanaan
yang menggariskan setiap pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain atau
memaksimalkan keuntungan orang lain (
Dasar-dasar pragmatik : 56 ).
Contohnya
: + Datang ke rumah saya !
- silakan anda datang ke rumah saya !
Penggalan
percakapan di atas merupakan salah satu maksim kebijaksanaa. Dalam kehidupan
sehari-hari banyak yang menggunakan kalimat “Datang ke rumah saya!” dan
merupakan contoh kalimat yang kurang santun dibandingkan menggunakan kalimat
kedua yang lebih sedikit penggunaannya dimana kalimat tersebutlah yang
menerapkan prinsip kesantunan.
2.6 Solusi untuk
mengatasi ketidaksantunan berbahasa Indonesia.
Fenomena ketidaksantunan dalam berbahasa
Indonesia menjadikan hal tersebut harus dicarikan solusi. Cara penyelesainnya
dari problematika prinsip kesantunan berbahasa Indonesia salah satunya dengan
memberikan pendidikan karakter sejak dini yang dimulai dari keluarga, kesadaran
yang tinggi akan rasa menghargai dan menghormati orang lain, dan penguatan
terhadap kaidah serta aturan yang baku maupun tidak baku terkait dengan
kosakata bahasa Indonesia yang disesuaikan dengan konteks situasi komunikasi.
Hal ini dapat dimulai dari sapaan yang digunakan berdasar pada siapa mitra
tuturnya jika sesama mahasiswa maka bisa menggunakan sapaan kamu. Sebaliknya
jika mitra tuturnya dosen maka sapaannya menggunakan bapak atau ibu.Walaupun
dalam Bahasa Indonesia tidal mengenal tingkatan tetapi perbedaan sapaan yang
digunakan berdasar dengan siapa mitra tuturnya merupakan wujud dalam
menunjukkan tingkat kesantunan seseorang atau pemakai bahasa. Solusi lain agar
tercipta kesantunan dalam berbahasa Indonesia juga harus memperhatikan tiga
kriteria di antaranya: media yang digunakan, latar belakang penutur dan pokok
persoalan yang dibicarakan agar dapat menerapkan prinsip kesantunan berbahasa Indonesia
(Hary : 20). Pemakai bahasa memahami perbedaan penggunaan dalam ragam bahasa
lisan dan ragam tulis yang dilihat dari aspek tata bahasa maupun kosakatanya untuk
melihat kesantunan atau tidaknya bahasa yang digunakan.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa sekarang ini, banyak terjadi problematika kesantunan
berbahasa terutama Bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pendidikan
karakter yang kurang kuat dalam keluarga terutama karena lingkup keluarga
merupakan lingkup yang utama dan pertama dalam memperoleh pendidikan karakter
seperti kesantunan. Kesantunan dalam berbahasa Indonesia dapat mencerminkan
kepribadian atau karakter dari pemakai bahasa tersebut. Penggunaan prinsip
kesopanan ini tidak senantiasa dilakukan secara kaku namun tetap berpegang atau
berdasarkan dengan situasi atau kondisi yang terdapat dalam komunikasi
tersebut. Prinsip kesantuan dalam berbahasa dapat dipengarugi oleh beberapa
unsur seperti unsur linguistik atau bahasa yag terkait dengan pemilihan kata
atau diksi tepat dalam suasana tertentu dan struktur kalimat yang digunakan
oleh penutur seperti panjang atau tidaknya dilihat dari mitra tuturnya serta
situasinya. Problematika kesantunan berbahasa Indonesia dapat diatasi dengan
pendidikan karakter sejak dini terutama penguatan yang terdapat dalam keluarga
agar di lingkungan selanjutnya dapat menyesuaikan dengan mudah.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyono, hary. 2014. Penuntun Terampil Berbahasa. Yogyakarta
: Deepublish
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran
Pragmatik. Bandung:Angkasa.
Rustono. 2000. Implikatur Tuturan
Humor. Semarang: CV IKIP Semarang Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar